Kuman Salmonella adalah penyebab penyakit tifus

Penyakit  tifus sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di Indonesia.  Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan  karena kebandelannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila  pengobatan tak tuntas. Bagaimana supaya tak terjangkit tifus, dan kalau  sudah terjangkit hal-hal penting apa yang harus dilakukan?
Setelah  beberapa hari demamnya tak kunjung turun, Tina dinyatakan terdeteksi  menderita tifus abdominalis atau lebih dikenal demam tifoid. Syukurlah,  cukup diobati selama dua minggu kondisinya sudah terlihat membaik.  Sayang begitu obat dihentikan, demam dan sakit perutnya mulai terasa  kembali.
Rupanya  kuman salmonela, si biang keladi yang bersarang dalam usus halusnya  belum terbasmi tuntas. Begitu Tina diberi obat lagi selama dua minggu  berikutnya, kondisinya pun pulih. Ia tidak lagi diganggu sakit perut  ataupun demam. Buang airnya juga sudah kembali normal. Pemeriksaan darah  di laboratorium klinik terhadap salmonela memberi hasil negatif.
Pengobatan  penyakit usus ini memang susah-susah gampang, karena memerlukan  pemantauan berkelanjutan. Pasalnya, bila kuman belum terbasmi dengan  baik, dan pengobatan dihentikan, bisa saja muncul gejala ulang seperti  pada Tina tadi. Atau bahkan yang lebih fatal lagi, dapat terjadi  komplikasi pada organ lain.
Bahaya carrier
Kuman  salmonela merupakan penyebab tifus. Kuman penghantam usus halus ini  terdiri atas Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. Binatang  seperti unggas, kucing, anjing, sapi, kuda, babi serta binatang  mengerat merupakan sahabat kuman yang juga sangat betah tinggal dalam  tubuh manusia. Salmonella typhi umumnya lebih ganas daripada Salmonella  paratyphi. Kalau pas naas, dalam tubuh seorang penderita bisa saja  hinggap sekaligus kedua macam salmonela itu. Soalnya kuman ini cukup  tangguh. Ia mampu bertahan hidup cukup lama dalam tinja, sampah, daging,  telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat  pewarna makanan sekalipun. 
Salmonela  sampai ke dalam tubuh kita via makanan atau minuman yang tercemar cukup  banyak oleh kuman ini. Pencemaran bisa terjadi melalui orang yang  mempersiapkan makanan (karena tangannya kotor), akibat makanan masih  kurang matang, atau makanan dihinggapi lalat pembawa kuman. Salmonella  typhi juga bisa ditularkan para carrier (pembawa kuman) melalui  tinjanya. Siapa pembawanya tidak akan tampak, karena ia kelihatan  sehatsehat saja. Namun, pada umumnya carrier adalah mereka yang sudah  dinyatakan sembuh dari penyakit tifus tapi masih terus mengekskresi  salmonela dalam tinja dan air kemihnya. Biasanya ini bisa berlangsung  selama lebih dari satu tahun akibat adanya disfungsi kandung empedu. 
Kuman  itu memang bisa menerobos dan bersarang dalam batu empedu atau dalam  dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat akibat radang  menahun. Salmonela bisa juga menerobos masuk ke pembuluh darah dan getah  bening, kemudian merajalela ke organ-organ tubuh lain, misalnya ke  pembuluh darah jantung, paru-paru, empedu, hati, dan tulang, bahkan ke  otak dan akan menimbulkan peradangan. Umumnya pada kasus komplikasi  seperti ini panas tingginya lebih sulit turun dan disertai gejala lain.
Kuman  tifus memang termasuk bandel. Kalau pengobatan tak tuntas, setelah dua  minggu pengobatan penyakitnya bisa mengamuk lagi. Tentu saja penderita  harus segera kembali ke dokter yang semula menanganinya. Biasanya dokter  akan menyarankan agar darah diperiksa kembali di laboratorium klinik  untuk memastikan apakah memang sang kuman masih bebas berkeliaran.  Selain melalui pembiakan darah di laboratorium (memerlukan kira-kira 3 -  7 hari), salmonela dapat pula terdeteksi melalui uji Widal (tes  aglutinasi), tinja, dan urine.
Begitu  masuk ke dalam tubuh, salmonela dengan leluasa menerobos dan merusak  dinding usus. Akibatnya usus terluka sampai bisa mengalami perdarahan.  Dalam hal ini tinja penderita berwarna kehitaman. Pada kasus lebih parah  dinding usus sampai berlubang.
Demam  tifoid pada umumnya berlangsung selama 10 - 20 hari, meski dapat  bervariasi antara 3 - 60 hari, tergantung jumlah kuman yang menyerbu.  Semakin banyak, tentu semakin cepat muncul gejalanya. Kemudian, dari  hari ke hari demam pada penyakit usus halus ini akan naik. Kalau pada  hari-hari pertama demam hanya timbul pada sore atau malam hari, setelah  minggu pertama juga akan timbul pada pagi dan siang hari. Bila saat itu  penderita belum juga mendapat obat antibiotik yang membantu membasmi  kuman tersebut, pada minggu kedua sampai ke empat suhu tinggi akan  menetap. 
Pada  suhu tinggi demikian penderita bisa sampai mengigau dan apatis. Obat  yang sampai saat ini umum digunakan oleh dokter adalah kloramfenikol  dengan dosis 4 x 500 mg/hari pada orang dewasa, dikonsumsi selama tujuh  hari bebas panas. Biasanya obat dikonsumsi selama 10 - 14 hari. Selain  demam, gejala tambahan tifus a.l. sakit kepala, lesu, lidah berwarna  putih kotor dengan tepi merah, sakit perut, muntah, diare, atau malah  tidak dapat buang air besar.
Tidak usah bubur saring
Pasien  demam tifoid pada umumnya berhenti mengeluarkan salmonela setelah tiga  bulan. Bila sampai lebih dari jangka waktu itu ia masih mengekskresi  salmonela, ia disebut carrier. Lebih gawat lagi, sekitar 3% pasien masih  mengekskresi salmonela lebih dari satu tahun. Carrier jarang terjadi  pada anak-anak, melainkan banyak pada bekas penderita usia menengah, dan  lebih sering pada wanita dibandingkan pria. 
Pengobatan  carrier tifoid merupakan masalah cukup sulit. Obat antimikroba yang  dapat digunakan misalnya ampisilin atau amoksisilin oral satu gram tiap  enam jam selama empat minggu. Gagalnya pengobatan bisa jadi karena kuman  sudah terlampau lama bersarang dalam saluran empedu intrahepatik.  Sedangkan salmonela dalam tinja lebih mudah dibasmi dengan fluorokinolon  oral.
Penderita  tidak selalu harus dirawat di rumah sakit, tergantung dari parah  tidaknya penyakit tersebut. Namun, pada umumnya dokter tidak mau  mengambil risiko dan pasien diharuskan masuk rumah sakit. Apalagi kalau  panas tidak turun-turun. Selain itu juga untuk mencegah penularan  terhadap anggota keluarga lain.
Pada  anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi jarang terjadi.  Komplikasi biasanya terjadi bila penderita tidak segera ditangani dengan  baik atau perawatannya kurang sempurna. Sebab itu perawatan sejak awal  yang melibatkan obat, diet makanan, dan istirahat yang cukup sangat  diutamakan. 
Bila  pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit, perawatan tersebut  dimaksudkan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Ia harus istirahat  berbaring sampai minimal tujuh hari bebas demam atau kurang lebih  selama 14 hari. Gunanya untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan  usus atau perforasi usus. Sedangkan mobilisasi pasien dilakukan secara  bertahap, sesuai kepulihan pasien. Untuk perawatan dengan kesadaran  menurun dianjurkan agar posisi tubuhnya diubah-ubah untuk menghindari  komplikasi pneumonia serta luka baring. 
Umumnya  perjalanan penyakit berlangsung baik, asalkan diobati sejak dini dengan  memperhatikan gejala-gejala awal penyakit tersebut. Namun, umur,  keadaan umum pasien, derajat kekebalan tubuh, jumlah salmonela, serta  cepat dan tepatnya pengobatan sangat menentukan kesembuhan pasien. Kalau  melihat angka kematian pada anak-anak ”cuma” 2,6 % dan orang dewasa 7,4  % (rata-rata 5,7%), bisa disimpulkan, sebagian besar pengobatan demam  tifus berjalan baik.
Kalau  dulu seseorang yang menderita demam tifoid diharuskan makan bubur  saring, kini tidak lagi. Betapa pun kalau pasien sendiri menginginkan  bubur saring atau bubur kasar, tidak ada salahnya mengikuti keinginannya  asalkan disertai lauk pauk yang memenuhi gizi. Yang penting, setelah  dinyatakan sembuh diet makanan sehari-harinya tetap perlu mendapatkan  perhatian sampai keadaan benar-benar pulih.
Di  Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun karena udaranya  sangat menunjang pertumbuhan kuman tersebut dan banyak orang kurang  memperhatikan higiene akanan. Sebab itu, sampai saat ini demam tifoid  sulit diberantas tuntas. Namun, bukan berarti penyakit ini tidak bisa  dicegah. 
Penyakit  tifus tetap dapat dicegah dengan memperhatikan kebersihan lingkungan  dan perorangan. Upayakan agar makanan tidak dihinggapi lalat dan  masaklah makanan dan air minum sampai betul-betul matang. Bila perlu  kita bisa mencegahnya dengan imunisasi, terutama saat salmonela sedang  mewabah.
0 comments:
Post a Comment